Oleh Yon's Revolta
Cobalah jangan menjadi orang sukses,
Melainkan berusahalah
untuk menjadi orang yang berharga
(Einstein)
Oleh Yon's Revolta
Cobalah jangan menjadi orang sukses,
Melainkan berusahalah
untuk menjadi orang yang berharga
(Einstein)
Di depan sebuah masjid…
Lelaki berjenggot itu nampak serius bekerja. Mengipas-ngipas bara arang dengan beberapa biji jagung muda diatasnya. Dibolak-balik agar merata sambil ditaburi bumbu sesuai pesanan pembeli. Bisa pedas, gurih atau asin. Silakan tinggal memilih saja. Aroma bumbu taburnya bisa kita hirup lezatnya dari dekat.
Saya kurang tahu tempat tinggal penjual jagung bakar itu di mana. Belum sempat menyapa dan bercerita banyak dengannya. Kapan-kapan kalau diberi kesempatan akan saya ceritakan. Yang saya tahu, sekira sudah sebulan dia berjualan di situ.
Apa yang menarik dari pemandangan itu.
Mungkin biasa saja. Tapi mari kita selami lebih dalam lagi tentang fenomena itu. Barangkali, ada keping-keping hikmah yang tersisa. Keping-keping yang bisa kita petik sebagai renungan tentang kehidupan yang kita jalani selama ini.
Di setiap tempat, apa yang kita lihat, semuanya ternyata bisa menjadi bahan renungan kita. Asalkan kita bisa memandangnya dengan cara yang berbeda. Menelisik lebih dalam atas apa yang kita kita lihat itu. Memang melihatnya tak sekedar dengan dua mata kita, tetapi perlu dengan mata jiwa, mata hati. Dengan begitu, kitapun akan bisa meresapi sampai ke hati pula.
Hari ini, kita belajar tentang proses.
Ijinkan saya bertanya. Adakah yang bisa menjamin bahwa orang itu memang punya cita-cita sebagai seorang penjual jagung bakar? Saya sendiri tak yakin. Saya cenderung memandang apa yang dilakukannya sebagai bagian dari proses. Mungkin dia punya cita-cita lebih dalam berbisnis. Hanya saja, sebagai langkah awal, atau bisa juga keterpaksaan karena hanya peluang itu yang ada, maka pekerjaan itu dilakukannya. Bisa jadi begitu.
Nah, anggap saja apa yang dilakukannya kini kita alami. Kita, mungkin saat ini bekerja belum sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tentu, langkah terindah yang bisa dilakukan adalah mencintai pekerjaan kita. Anggap ini sebagai langkah awal kita untuk meniti karier yang lebih baik dikemudian hari. Sebuah bagian dari proses pencapaian cita-cita dan impian kita.
Sudah teramat banyak cerita orang-orang yang meniti karier dari awal. Seperti orang yang awalnya penjual koran eceran kemudian menjadi “raja media’. Ya, semua itu ada awalnya. Kata pepatah cinta, ribuan mil dimulai dari satu langkah. Pertanyaannya sekarang, apakah langkah kaki kita telah terayunkan. Ataukah kita masih saja terbayang-bayang akan nikmatnya impian. Hari ini, kita coba untuk beranjak berjalan. Selangkah demi selangkah.
Bagi yang sudah beranjak jauh, perlu sejenak menengok dan berevaluasi. Saya agak sepakat dengan kata Einstein yang saya kutip di atas. Tepatnya, jangan melulu untuk berambisi menjadi orang sukses. Tapi berusaha untuk menjadi manusia yang berharga, manusia yang mempunyai kemanfaatan tak hanya bagi dirinya sendiri, tapi bagi orang lain.
Bagi seorang muslim, tentu paham di mana keberadaan manusia dimuka bumi ini memang ditentukan sejauhmana dia bermanfaat bagi orang lain. Kalau hanya mengejar sukses pribadi, tentu kurang afdhol.
Khusus bagi yang sedang melangkahkan sejengkal demi sejengkal kaki meraih capaian puncak, ada baiknya kita ingat pesan Rasulullah Muhammad SAW “Berharaplah dengan kebaikan, pasti kalian akan mendapatkannya”.
Ya, ini awalan bagi kita untuk menggapai puncak yang baik, halal, diridhoi Allah SWT, dan tentunya setelahnya tak hanya kita yang menikmatinya. Tetapi juga bisa berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Semoga, kita bisa melakukannya. (yr)
Rumah Kelana, 10 Juli 2007/ 21. 18.
http://penakayu. Blogspot. Com
www.eramuslim.com
Wednesday, July 11, 2007
Semua Ada Awalnya
Posted by Ikhwan Supriyana at 5:04 PM
Labels: Renungan Iman
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment